Film-Maker 81 Said:

Success is to be measured not so much by the position that one has reached in life as by the obstacles which he has overcome !

Gunakan Bahasa Indonesia Yang Benar – Benar Baik ! !

Penggunaan Bahasa Indonesia yang tidak selayaknya dalam film-film Indonesia turut berpartisipasi dalam proses penurunan derajat bangsa. Penggunaan Bahasa Indonesia yang sesuai aturan sangat diharapkan. Tidak sedikit film-film nasional yang menggunakan Bahasa Indonesia yang tidak sesuai, apalagi film-film itu akan di tayangkan diseluruh Indonesia. Apa jadinya bangsa ini jika Bahasa Indonesia yang digunakan tidak sesuai dengan aturan-aturan yang ada. Bukankah salah satu ciri bangsa yang maju adalah yang menggunakan bahasa yang baik dan benar. Ini menandakan bahwa Indonesia belum pantas disebut sebagai Negara maju.

Apakah menggunakan Bahasa Indonesia yang baku membuat film kita kurang komunikatif ? ?

Para film maker dituntut untuk mampu mengatasi masalah penyalahgunaan bahasa ini. Kemampuan film maker pun diuji dalam-dalam. Bahasa yang komunikatif adalah sesuatu yang vital dalam sebuah film. Namun bahasa inilah yang harus kita jaga. Jangan sampai terbawa oleh arus modernisasi yang sedang menghujam bangsa ini dari segala aspek kehidupan. Penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan sesuai harus menjadi salah satu patokan penilaian kualitas sebuah film. Bukankah sebuah film yang menggunakan Bahasa Indonesia yang sesuai aturan akan menjadi lebih indah dan maju.
Para film maker diharapapkan mampu beranggungjawab kelak jika masyarakat menggunakan Bahasa Indonesia yang salah yang bersumber dari karyanya. Bayangkan, jika semua film di Indonesia seperti itu, bagaimana keadaan bangsa kita kelak. Bangsa ini sudah kerepotan menghadapi masalah ini. Bukankah tujuan kita membuat film adalah untuk memajukan bangsa.
Sebagai bibit-bibit film maker professional sudah selayaknya kita memulai menggunakan Bahasa Indonesia yang benar. Mari kita perbaiki kerusakan bangsa melalui karya kita yaitu film.

oleh : Halim Ichsani

Readmore »»

Festival Film Indonesia (FFI) 2008

FFI 2008 telah di buka ! ! ! ! ! !

kategori film :

1. Film Bioskop;

2. Film Dokumenter;

3. Film Pendek.

keterangan lebih lanjut baca disini

Readmore »»

"Pengertian Editing"

Kata editing dalam bahasa Indonesia adalah serapan dari Ingris. Editing berasal dari bahasa Latin editus yang artinya ‘menyajikan kembali’. Editing dalam bahasa Indonesia bersinonim dengan kata editing. Dalam bidang audio-visual, termasuk film, editing adalah usaha merapikan dan membuat sebuah tayangan film menjadi lebih berguna dan enak ditonton. Tentunya editing film ini dapat dilakukan jika bahan dasarnya berupa shot (stock shot) dan unsur pendukung seperti voice, sound effect, dan musik sudah mencukupi. Selain itu, dalam kegiatan editing seorang editor harus betul-betul mampu merekontruksi (menata ulang) potongan-potongan gambar yang diambil oleh juru kamera. Leo Nardi berpendapat editing film adalah merencanakan dan memilih serta menyusun kembali potongan gambar yang diambil oleh juru kamera untuk disiarkan kepada masyarakat. (Nardi, 1977: 47).





Pertunjukan film di bioskop ataupun televisi di rumah-rumah apabila belum melalui proses editing bisa dipastikan hasilnya tidak maksimal, penonton cenderung merasa bosan dan jenuh. Padahal, tayangan film ataupun video begitu ekonomis. Artinya, penayangannya sangat bergantung pada aspek waktu. Waktu begitu mahal dan menentukan dalam proses penayangan film. Jika sebuah tayangan berdurasi 60 menit, itu artinya selama waktu itu pencipta film harus menjamin tidak membuat penonton bosan apalagi meninggalkan bioskop, atau kalau di televisi memindahkan saluran. Begitu berartinya sebuah hasil editing sampai ada pengamat film yang menyatakan bahwa ruh tayangan film adalah proses editing.

Selain itu, J.M. Peters menyatakan bahwa yang dimaksud dengan editing film adalah mengkombinasikan atau memisah-misahkan rangkaian film sehingga tercapai sintesis atau analisis dari bahan yang diambil (Peters, 1980: 9). Di sini, Peters mengungkapkan, dengan editing, film sintesis atau sutradara televisi dapat menghidupkan cerita, menjernihkan suatu keterangan, menyatakan ide-ide atau menimbulkan rasa haru pada penonton. Nyata sekali Peters menekankan pada aspek ‘pemberian’ suasana dan nuansa sebuah film setelah melalui proses editing. Pada saat editing berlangsung, tentunya tugas editor tidak hanya menyambung-nyambung belaka. Karena selain unsur visualisasi, unsur pikturisasi (penceritaan lewat rangkaian gambar) juga penting. Unsur inilah yang membedakan kegiatan sambung menyambung dengan editing. Selain itu, keindahan sebuah film tidak melulu disampaikan lewat rangkaian gambar, tetapi juga tingkahan musik dan sound effect yang menjadikan sebuah film bernuansa. Di zaman film bisu, rangkaian gambar diupayakan semaksimal mungkin membangun cerita film, tetapi setelah era film bersuara, kolaborasi antara film dan musik begitu menyatu.

Sementara itu, D.W. Griffith berpendapat bahwa editing film merupakan suatu hal yang terpenting dalam film karena editing film itu merupakan suatu seni yang tinggi. Seni sendiri merupakan pondasi dari film. Menyunting film adalah menyusun gambar-gambar film untuk menimbulkan tekanan dramatik dari cerita film itu sendiri. Sutradara dan editor harus pandai dalam selection of shot, selection of action ( scene demi scene yang harus dirangkaikan) (Griffith, 1972: 20-25).

Dari penjelasan Griffith tersebut, terkandung pengertian bahwa di samping pentingnya penyusunan film, perlu adanya penyisipan-penyisipan potongan film untuk membuat film itu bercerita. Ini penting sekali diungkapkan dalam pembuatan film pada televisi karena televisi sangat singkat, tetapi bagaimana caranya supaya masyarakat tertarik untuk menyaksikan secara keseluruhan.

Adapun Pudovkin mengatakan perlu adanya constructive editing, yakni pelaksanaan editing film yang sudah dimulai dari penulisan dan membuat shot-shot sebagai materi editing film. Dalam hal editing ini, Pudovkin mempunyai sebuah prinsip, yaitu peristiwaperistiwa yang akan direkam dalam gambar tidak terlepas dari tiga faktor: watak manusia, ruang dan waktu. Di samping tidak terlepas dari ‘lirik editing’, yakni bagaimana caranya mengeksploitasi sesuatu yang tidak tampak seperti kegembiraan, kesenangan, kesedihan, dan lain-lain (Pudovkin, 1972: 26).

Namun pendapat dari kedua pakar film tersebut ditentang oleh Elsenstein, seorang arsitek yang lari ke dunia film. Dia mengecam Griffith dan Pudovkin dengan alas an keduanya hanya menyambung gambar dengan mengharapkan penonton ikut tertawa atau menangis. Menurut dia, dalam proses editing film harus dilakukan dengan cara menyambung dua buah shot atau adegan yang dapat menimbulkan pengertian baru melalui cara pemikiran dan selalu menimbulkan istilah pemikiran yang baru. Untuk itu, dia menghadapkan pada kiasan melalui lambang-lambang sehingga penonton turut berpikir secara intelektual terhadap adegan yang dilihatnya (1972: 33).

Terlepas dari beberapa pendapat tentang editing film tersebut, yang jelas proses editing memang menduduki posisi penting dalam menghasilkan karya film yang menarik dan tidak membosankan. Oleh karena itu, tugas seorang editor begitu berat dan mengandung resiko sebab bisa jadi stock shot yang sebetulnya sudah bagus malah tidak bisa ‘bercerita’ karena kegagalan sang editor.

From : belajarnge.blogspot.com

Readmore »»

"Penyutradaraan"

Sutradara memiliki tugas dan tanggung jawab yang berat. Di lapangan seorang sutradara berperan sebagai manajer, kreator, dan sekaligus inspirator bagi anggota tim produksi dan para pemeran. Peran yang sedemikian besar mengharuskan sutradara memahami benar konsep cerita, memahami situasi lingkungan maupun psikologis para pelibat produksi, dan juga harus memahami bagaimana menjalin hubungan yang baik dengan semua pelibat produksi. Ibarat tubuh manusia, sutradara adalah otaknya, dan yang lain adalah seluruh anggota badan. Otak memerlukan anggota badan untuk mewujudkan gagasan, badan memerlukan otak untuk mengendalikan.

1. Tugas Sutradara
Menurut sutradara berbakat, Harry Suharyadi, tugas seorang sutradara adalah menerjemahkan atau menginterpretasikan sebuah skenario dalam bentuk imaji/gambar hidup dan suara. Pada umumnya, seorang sutradara tidak merangkap sebagai produser, meskipun di Amerika cukup banyak sutradara yang merangkap produser seperti beberapa kali Kevin Costner merangkap sutradara sekaligus produser.
Pada umumnya, apa pun bentuk produksi audio visual selalu terbagi menjadi tiga tahap, yakni:
1) praproduksi,
2) produksi atau shooting,
3) pascaproduksi.

Tugas sutradara adalah pada tahap produksi. Namun bukan berarti sutradara tidak perlu mengetahui aspek praproduksi dan pasca produksi. Pemahaman praproduksi akan mencegah sikap arogan dan tutuntutan yang berlebih atas peralatan dan aspek-aspek penunjang produksi yang notabene merupakan tugas tim praproduksi. Misalnya, sutradara tidak terlalu menuntut disediakan pemeran yang honornya mahal apabila ia menyadari bahwa tim budgeting tidak menganggarkan dana berlebih untuk honor pemeran. Pemahaman pascaproduksi akan mencegah sutradara menginstruksikan pengambilan gambar dengan komposisi atau enggel yang penyambungannya mustahil dilakukan oleh editor.

2. Rumus 5-C
Sebelum seorang sutradara mengarahkan semua pemain dalam sebuah produksi, ada baiknya sutradara memiliki kepekaan terhadap Rumus 5 –C, yakni close up (pengambilan jarak dekat), camera angle (sudut pengambilan kamera), composition (komposisi), cutting (pergantian gambar), dan continuity (persambungan gambar-gambar) (Hartoko 1997: 17). Kelima unsur ini harus diperhatikan oleh sutradara berkaitan dengan tugasnya nanti di lapangan.




Close Up
Unsur ini diartikan sebagai pengambilan jarak dekat. Sebelum produksi (shooting d I lapangan) harus mempelajari dahulu skenario, lalu diuraikan dalam bentuk shooting script, yakni keterangan rinci mengenai shot-shot yang harus dijalankan juru kamera. Terhadap unsur close up, dia harus betul-betul memperhatikan, terutama berkaitan dengan emosi tokohnya. Gejolak emosi, peradaban gundah sering harus diwakili dalam shot-shot close up. Bagi seorang kritikus film, sering unsur menjadi poin tersendiri ketika menilai sebuah film. Untuk itu, unsur ini harus menjadi perhatian sutradara.

Camera Angle
Unsur ini sangat penting untuk memperlihatkan efek apa yang harus muncul dari setiap scene (adegan). Jika unsur ini diabaikan bisa dipastikan film yang muncul cenderung monoton dan membosankan sebab camera angle dan close up sebagai unsur visualisasi yang menjadi bahan mentah dan harus diolah secermat mungkin. Harry mencontohkan, untuk film-film opera sabun sering ada pembagian kerja antara pengambilan gambar yang long shot d a n close up untuk kemudian diolah dalam proses editingnya. Variasi pengambilan gambar dengan camera angle dapat mengayakan unsur filmis sehingga film terasa menarik dan memaksa penonton untuk mengikutinya terus.

Composition
Unsur ini berkaitan erat dengan bagaimana membagi ruang gambar dan pengisiannya untuk mencapai keseimbangan dalam pandangan. Composition merupakan unsur visualisasi yang akan memberikan makna keindahan terhadap suatu film. Pandangan mata penonton sering harus dituntun oleh komposisi gambar yang menarik. Tidak jarang para peresensi film memberikan penilaian terhadap unsur ini karena unsur inilah yang akan menjadi pertaruhan mata penontonnya. Jika aspek ini diabaikan, jangan harap penonton akan menilai film ini indah dan enak ditonton. Seorang sutradara harus mampu mengendalikan aspek ini kepada juru kamera agar tetap menjadi komposisi secara proporsional berdasarkan asas komposisi.

Cutting
Diartikan sebagai pergantian gambar dari satu scene ke scene lainnya. Cutting termasuk dalam aspek pikturisasi yang berkaitan dengan unsur penceritaan dalam urutan gambar-gambar. Sutradara harus mampu memainkan imajinasinya ketika menangani proses shooting. Imajinasi yang berjalan tentunya bagaimana nantinya jika potongan-potongan scene ini diedit dan ditayangkan di monitor.

Continuity
Unsur terakhir yang harus diperhatikan sutradara adalah continuity, yakni unsure persambungan gambar-gambar. Sejak awal, sutradara bisa memproyeksikan pengadegan dari satu scene ke scene lainnya. Unsur ini tentunya sangat berkaitan erat dengan materi cerita. Sering penonton merasa film yang ditontonnya loncat ke sana atau ke mari tidak karuan sehingga membuat bingung. Terhadap kasus ini karena sutradara tidak mampu memperhatikan aspek kontinuitas dari film yang digarapnya.

3. Unsur Visual (visual element)
Selanjutnya masih dalam tahap persiapan penyutradaraan, seorang sutradara juga harus memahami unsur-unsur visual (visual element) yang sangat penting dalam mengarahkan seluruh krunya. Ada enam unsur visual yang harus diperhatikan, sikap pose (posture), gerakan anggota badan untuk memperjelas (gesture), perpindahan tempat (movement), tindakan/perbuatan tertentu (purpose action), ekspresi wajah (facial expression), dan hubungan pandang (eye contact) (Hartoko, 1997:25).

Sikap/Pose
Jika anda mengarahkan para pemain dalam film yang anda buat, hal pertama yang menjadi arahan adalah sikap/pose (posture) pemainnya. Ini sangat erat kaitannya dengan penampilan pemain di depan kamera. Dengan monitor yang tersedia, sutradara harus mampu memperhatikan pose pemainnya secara wajar dan memenuhi kaidah dramaturgi. Sebelum pose sesuai dengan tuntutan skenario usahakan sutradara jangan putus asa terus mencoba. Apalagi untuk kalangan indie yang cenderung pemainnya masih baru atau belum pernah main sama sekali (tetapi gratis).

Gerakan Anggota Badan
Sesuai dengan shooting script, tentunya seorang atau beberapa pemain harus menggerakkan anggota tubuhnya. Namun, gesture yang mereka mainkan harus betul-betul kontekstual. Artinya, harus betul-betul nyambung dengan gerakan anggota tubuh sebelumnya. Misalnya, setelah seorang pemain minum air dari gelas tentunya gerakan berikutnya mengembalikan gelas tersebut dengan baik. Jangan sampai ada gerakan-gerakan tubuh yang secara filmis dapat menimbulkan kejanggalan.

Perpindahan Tempat
Seorang Sutradara dengan jeli akan memperhatikan dan mengarahkan setiap perpindahan
pemain pendukungnya. Perpindahan pemain ini tentunya dalam rangka mengikuti shooting script yang dibuat sang sutradara sendiri. Di sini, sutradara yang baik harus mampu mengarahkan pemainnya melakukan perpindahan secara wajar dan tidak dibuat-buat. Perpindahan pemain harus alami sesuai dengan jalan cerita yang telah tersusun. Improvisasi bagi pemain memang tidak jadi masalah, tetapi tetap dalam perhatian sutradara. Untuk itu, menonton pertunjukan teater bagi seorang sutradara dapat mengasah ketrampilan penyutradaraannya dan juga sering memberikan penilaian terhadap akting pemain dalam sebuah film dapat memperkaya kepiawaiannya dalam mengarahkan pemain.

Tindakan Tertentu
Aspek ini tentunya dikaitkan dengan casting yang diberikan kepada seseorang. Casting di
sini diartikan peran yang dijalankan pemain film dalam menokohkan karakter seseorang yang terlibat dalam cerita film tersebut. Selain ada casting ada juga yang disebut cameo, yakni penampilan seseorang dalam sebuah film tetapi membawakan dirinya sendiri (tidak menokohkan orang lain). Dalam hubungan dengan casting, seorang pemain film harus diarahkan sang sutradara agar melakukan tindakan sesuai dengan tuntunan skenario. Terkadang dalam proses produksi ada pemain yang mencoba menawar kepada sutradara sehubungan dengan akting yang harus dijalankan. Tidak semua sutradara mau meluluskan keinginan kemauan pemain, tetapi juga tidak semua pemain mau meluluskan kemauan sutradara. Pada kondisi seperti ini tinggal dua pilihan, pemain diganti atau mengganti adegan. Mengapa casting dalam kegiatan produksi film cukup lama karena karena persoalan tersebut? Saat film Boy’s Don’t Cry diproduksi, dilakukan casting yang memakan waktu bertahun-tahun. Hal ini dilakukan agar siapa pun yang menjadi pemain film tersebut sesuai dengan keinginan sutradara dan tuntutan skenario.

Ekspresi Wajah
Unsur ini sering berkaitan dengan penjiwaan terhadap naskah. Wajah merupakan cermin bagi jiwa seseorang. Konsep inilah yang mendasari aspek ini harus diperhatikan betul oleh sutradara. Terutama untuk genre film drama, unsur ekspresi wajah memegang peran penting. Banyak juga film action semacam Gladiator menajamkan aspek ekspresi wajah. Shot-shot close up yang indah dan pas dapat mewakili perasaan sang tokoh dalam sebuah film. Contoh kecil sering ditampilkan dalam perfilman India. Jika seseorang sedang jatuh cinta ukuran gambar big close up bergantian antara pria dan wanita. Namun sutradara juga
harus memperhatikan penempatannya serta waktu yang tepat. Jika tidak tepat, komunikasi dalam film tersebut gagal. Di sini, ada pedoman time is key, waktu adalah kunci.

Hubungan Pandang
Hampir sama dengan ekspresi wajah, hubungan pandang di sini diartikan adanya kaitan psikologis antara penonton dan yang ditonton. Untuk membuat shot-shot-nya, biasanya sutradara selalu memberikan arahan kepada pemain film agar menganggap kamera sebagai mata penonton. Dengan cara seperti ini, biasanya kaidah hubungan pandang ini akan tercapai. Dengan mengibaratkan kamera sebagai mata penonton, berarti pemain harus berlakon sebaik mungkin untuk berkomunikasi dengan penonton lewat lensa kamera. Dengan demikian, apa pun yang akan dilakonkan pemain seolah-olah ada yang mengawasi, yakni kamera sebagai representasi dari penonton.

Dengan menguasai Rumus 5 C dan Visual Element secara baik dan benar bisa dipastikan seorang sutradara akan mampu membuat film menjadi tontonan menarik dan munculnya situasi komunikatif antara tontonan dan penonton. Di sinilah alasan mengapa sebuah film dianggap sebagai produk komunikasi massa periodik.

From : belajarnge.blogspot.com

Readmore »»

"Teknik Pencahayaan"

Objek dalam karya sinematografi adalah pantulan cahaya. Memang objek yang diambil adalah benda-benda yang kasat mata. Perlu dicatat bahwa benda-benda tersebut tampak berwarna-warni adalah karena benda-benda tersebut memantulkan cahaya. Karenanya, perlu sumber cahaya. Tata cahaya tidak selalu identik dengan tata lampu. Sumber cahaya bisa lampu, bisa matahari. Cahaya matahari bisa langsung, bisa direfleksikan (dipantulkan).

Benda-benda tampak berwarna-warni karena benda tersebut memantulkan gelombang cahaya yang berbeda-beda. Sebelum mempelajari tata cahaya, perlu kita pahami bagaimana terjadinya warna-warna benda tersebut.


Warna Benda
Semua benda memiliki warna, seperti hijau, biru, merah dan lain-lain. Warna-warna tersebut terjadi dikarenakan pemantulan sinar yang datang kearah mata kita. Seperti kita ketahui bahwa sinar putih memiliki spektrum warna yang luas seperti merah, hijau, biru, dan lain sebagainya. Spektrum warna yang tidak diserap oleh benda akan dipantulkan kemata kita dan akan menjadikan warna dari benda tersebut.




Warna Komplementer dan Primer
Kita telah tahu bahwa warna putih merupakan gabungan dari 7 spektrum warna. Akan tetapi kita juga bisa menghasilkan sinar putih hanya dengan menggabungkan tiga sinar warna dengan intensitas yang tepat. Warna tersebut adalah warna yang tidak dapat dihasilkan dengan menggabungkan warna lain, dan disebut dengan warna primer. Warna primer tersebut adalah biru, hijau, dan merah. Pencampuran warna primer tersebut dinamakan pencampuran Additiv.
Untuk mempermudah mengingat hasil pencampuran warna ini, dapat dinyatakan dengan segitiga warna :





Pencampuran Substraksi Pikmen Warna
Bahan-bahan pemberi warna pada cat, filter, plastik dan zat lainnya disebut pikmen. Umumnya pikmen tidaklah murni, karena ia dapat memantulkan lebih dari satu warna. Pikmen-pikmen tersebut juga dapat kita campur untuk mendapatkan efek warna, pencampuran tersebut dinamakan Pencampuran Substraksi. Warna yang dihasilkan dari pencampuran substraksi disebut warna substraksi, sedangkan warna-warna yang dicampurkan disebut warna adisi. Sebagai contoh kita mengambil pikmen biru dan dicampur dengan kuning, maka hanya sinar hijau yang dipantulkan. Dengan demikian warna yang terlihat di mata adalah warna hijau. Warna biru dan kuning tersebut adalah warna adisi sedangkan warna hijau adalah warna substraksi.





Filter Cahaya
Perlu diperhatikan bahwa warna benda transparan (misalnya filter cahaya), sangat bergantung pada warna cahaya yang diteruskan. Sedangkan pada warna benda tidak transparan (seperti batu, daun dan lainnya) tergantung pada warna yang dipantulkan. Jadi filter cahaya juga berfungsi sebagai penerus warna-warna tertentu.



Berikut adalah warna sinar yang diteruskan oleh gabungan dua filter cahaya :



Teknik Pencahayaan

1. Fungsi Pencahayaan
Dalam kehidupan sehari-hari cahaya berfungsi membantu identifikasi objek oleh indra penglihatan/mata. Di bidang sinematografi pencahayaan memiliki fungsi fungsi berikut:
- menyinari obyek yang akan berhadapan dengan camera,
- menciptakan gambar yang artistik,
- membuat efek khusus,
- menghilangkan bayangan yang tidak perlu / mengganggu.

2. Jenis Cahaya
Penjeniasan cahaya pada sinematografi dan fotografi didasarkan pada fungsi pencahayaan tersebut. Berdasarkan fungsinya jenis cahaya terdiri atas (1) cahaya kunci/cahaya utama (key light), (2) cahaya pengisi (fill light), dan (3) cahaya belakang (back light).

Key light adalah cahaya yang lengsung mengenai objek dan bersifat dominan. Kebanyakan key light searah dengan kamera. Untuk tujuan menciptakan efek tertentu key light dapat ditempatkan di samping kamera sehingga cahaya mengenai sebagian objek.

Fill light adalah cahaya yang berfungsi mengisi. Key light yang mengenai salah satu sisi menimbulkan bayangan di sisi lain. Fill light berfungsi menimpa/menghilangkan bayangan key light. Fill Light juga berfungsi meratakan intensitas sinar pada ruangan. Jumlah fill light biasanya lebih dari satu disesuaikan dengan kebutuhan penghilangan bayangan. Back Light berasal dari belakang obyek, dan biasanya digunakan sebagai pembentuk gambar artistik dan memperkuat kesan (siluet, angker, misterius).

From : belajarnge.blogspot.com


Readmore »»

"Membuat Skenario Film Indie"

Menulis skenario film independen tidak serumit film panjang. Pasalnya, selain durasinya yang pendek (sekitar 5-30 menit), juga tidak menganut struktur yang rumit seperti struktur tiga babak yang sudah lazim digunakan kalangan Hollywood. Jika dalam struktur ini selalu menampilkan tiga pembabakan : pengenalan tokoh-tokoh, munculnya konflik, dan penyelesaian masalah. Jadi, film independen tidak perlu mengikuti pola ini.

Menurut Gotot Prakosa, sineas IKJ yang juga juri internasional film pendek, setidaknya ada tiga gaya skenario film independen yang betul-betul sangat berbeda dengan film mainstream. Ketiganya adalah gaya surprise, circles, dan linier. Gaya surprise bisa anda coba dengan membuat sebuah skenario film independen. Misalnya, film yang mengetengahkan seseorang yang berlari kencang menuju hutan. Sesampai di hutan, dia lantas minum air di kendi yang sudah disediakan di hutan (film peserta Pasar Seni ITB 2000).

Gaya circles mempunyai makna berputar-putar. Bisa jadi tampilan scene per scenenya bolak-balik. Adapun gaya linier yang temanya sangat biasa dan datar, seolah-olah tidak ingin melibatkan psikis penontonnya dan membiarkan alur film mengalir lurus ibarat air mengalir di sungai.



Apa yang dikemukakan Gotot merupakan standar film pendek atau independen. Tidak rumitnya skenario film inidie ini terutama guna mendorong kalangan muda untuk berkreasi tanpa dibebani ‘kekeramatan’ sebuah skenario film. Pegiat film indie lebih universal sehingga mau tidak mau teknis penulisan skenario pun tidak harus ‘akademis’ atau berdasarkan aliran-aliran pembuatan film panjang. Dalam hal ini, para pegiat film independen diberi kesempatan seluas-luasnya menuangkan ide dan gagasan ke dalam bentuk film. Bisa jadi film yang dibuatnya tanpa konflik, tanpa ada ujung pangkal, dan tanpa penyelesaian. Bebas, sebebas-bebasnya.

Bagaimana dengan teknik penulisannya? Dalam hal ini, anda tidak perlu harus belajar dahulu secara lama. Yang penting langkah-langkahnya meliputi: penemuan ide cerita, kemudian disusunlah sinopsis (ringkasan) ceritanya. Dari sini, lantas buatlah breakdown master a t a u shooting script. Tidak sulit kan? Pokoknya setelah anda menemukan ide cerita, cepat-cepatlah disusun dalam bentuk cerita. Dari cerita yang sudah terbentuk inilah anda tinggal menjabarkan dalam bentuk uraian pengambilan gambar secara sederhana. Akan tetapi, tentu saja kaidah-kaidah filmis harus tetap ada, misalnya, soal teknis pengambilan gambar, penyutradaraan, dan juga editingnya. Kita bisa melihat gaya Gola Gong dalam membuat skenario-seperti di dalam bukunya—Menulis Skenario Itu (Lebih) Gampang. Namun yang ditunjukkan Gola Gong untuk konsumsi film panjang (industri) sehingga menulis skenario itu gampang, tetapi masih membelenggu jika anda membuat skenario film independen.

Jadi, jika anda ingin membuat film, segeralah buat. Skenario tidak perlu dipusingkan. Hal yang penting asal ada ide cerita maka lahirlah cerita. Jika sudah ada cerita, pasti akan jadi film. Itu pun tentunya kalau sudah melakukan kegiatan shooting dan editing sebab dua hal inilah yang menjadi jantungnya sebuah karya film. Nah, mengapa anda tidak mulai saja membuat film independen, gampang kan?.

Anda bisa mencobanya seperti berikut ini
Pertama, mencari ide cerita dari mana saja. Misalnya ide cerita tentang ‘joki’, yakni seseorang yang berusaha mengganti posisi orang lain dalam tes penerimaan mahasiswa baru di sebuah perguruan tinggi negeri. Ada seseorang yang tampaknya mampu menjadi joki dan meluluskan seseorang untuk bisa lolos masuk perguruan tinggi tersebut. Akan tetapi, ternyata sang joki ini mempunyai adik yang sama-sama ingin masuk ke PT tersebut dengan program studi yang sama juga. Akhirnya sang joki pikir-pikir panjang, mau menerima menjadi joki dengan imbalan besar atau mengundurkan diri karena kalau dia jadi joki, sama artinya dengan menjadi pesaing bagi adiknya yang ingin berkuliah.

Kedua, dari ide cerita ini selanjutnya anda harus membuat sinopsisnya, yaitu ringkasan cerita secara singkat dengan menampilkan inti dari cerita tadi.

Ketiga, anda selanjutnya menciptakan penokohan untuk cerita tersebut. Misalnya, Andi yang akan menjadi joki, orangnya mudah terpengaruh dan selalu bimbang. Kemudian Anto, yang menyuruh Andi menjadi joki, mempunyai tipikal culas, sombong, dan semuanya bisa diatur dengan uang. Selain penokohan, anda juga mencari lokasi shooting kelak dan propertinya (bisa meliputi pakaian, benda-benda yang digunakan tokoh, rumah dengan perlengkapan, dan lainnya).

Keempat, kemudian anda tinggal menentukan casting (pemeran) tokoh-tokoh tersebut. Karena umumnya film independen kurang bermodal, pilihlah orang-orang yang betul-betul mempunyai idealisme tinggi. Artinya tanpa dibayar ‘mahal’ pun tetap mau mendukung film anda. Kalau anda mahasiswa atau pelajar, teman-teman bisa diajak untuk casting. Menentukan casting ini juga jangan terlalu ketat, tetapi juga jangan terlalu longgar karena akan menyulitkan proses produksinya. Namun, tetap anda harus mempertimbangkan kemampuan acting calon pemerannya. Jadi, jangan mentang-mentang film independen, lantas seenaknya tanpa casting yang baik dan benar.

Kelima, setelah semuanya oke, anda tinggal memperjelas sinopsis tadi dalam bentuk skenario prematur. Dalam pembuatan skenario ini, anda tidak perlu menggunakan istilah teknis kamera. Jika anda akan menyutradarai film ini sendiri, anda sudah punya cukup gambaran bagaimana nantinya cerita ini terwujud dalam film. Sedikit rincian teknik pengambilan gambar, ukuran gambar ataupun sudut pengambilan, akan membantu kerja anda di lapangan. Namun jika skenario ini akan diserahkan kepada orang lain untuk menyutradarainya, anda tidak perlu detail membuat shooting script-nya, sebab sutradara biasanya mempunyai selera sendiri secara individual. Mungkin istilah teknisnya akan dia rancang sendiri. Yang penting ceritanya tidak menyimpang dari yang sudah anda tentukan, yakni tentang kebimbangan seorang joki.

Terakhir, anda melakukan preparation (persiapan) terhadap semua komponen pembuatan film, yakni dari skenario, pemeran, lokasi, peralatan shooting, dan lainnya yang mendukung proses produksi film tersebut. Jangan sampai terlupa soal perizinan jika ingin menggunakan suatu tempat tertentu.

From : belajarnge.blogspot.com

Readmore »»

Kompetisi Film Dokumenter Indonesia FFD 2008

Kompetisi FFD 2008 tampil dengan format baru yang diharapkan dapat semakin memajukan perkembangan film dokumenter di Indonesia, dengan kategori: LENGTH DOCUMENTARY(Kompetisi Film Panjang Dokumenter Indonesia), SHORT DOCUMENTARY(Kompetisi Film Pendek Dokumenter Indonesia), dan Kompetisi Film Dokumenter Pelajar.

Call for Entry
Kompetisi Film Dokumenter Indonesia
Festival Film Dokumenter VII 2008

Kompetisi Film Dokumenter Indonesia Festival Film Dokumenter telah menginjak penyelenggaraan yang ke-7. FFD sampai saat ini masih menjadi satu-satunya festival film khusus film dokumenter di Indonesia, dengan kompetisi film dokumenter sebagai salah satu program utama, selain program-program pemutaran, diskusi, workshop, masterclass, schooldoc, dan lain-lain. Selama penyelenggaraannya, Kompetisi FFD telah diikuti lebih dari 300 filmmaker dari seluruh Indonesia, dengan para juri dari dalam dan luar negeri, antara lain: PM Laksono, JB Kristanto, Seno Gumira Ajidarma, C.Q. Van Heeren (Belanda), Marie le Sourd, Alain Compost (Prancis), Curtis Levy (Australia), Garin Nugroho, Yudi Datau, dll.

Kompetisi FFD 2008 tampil dengan format baru yang diharapkan dapat semakin memajukan perkembangan film dokumenter di Indonesia, dengan kategori: LENGTH DOCUMENTARY(Kompetisi Film Panjang Dokumenter Indonesia), SHORT DOCUMENTARY(Kompetisi Film Pendek Dokumenter Indonesia), dan Kompetisi Film Dokumenter Pelajar.

Kompetisi FFD terbuka untuk umum, tanpa biaya pendaftaran. Penerimaan karya akan dimulai 17 Juni sampai 30 Oktober 2008. Kompetisi FFD akan memilih masing-masing 10 film finalis untuk setiap kategori yang akan ditampilkan dalam puncak festival di bulan Desember. Para finalis juga berhak untuk ikut dalam program Master Class Film Dokumenter Indonesia atau program-program FFD yang lain. Pemenang akan mendapatkan piala, piagam, uang tunai, dan hadiah dari sponsor.

Kilas FFD I-VI
Festival Film Dokumenter (FFD), dilaksanakan secara rutin setiap tahun. FFD pertama diselenggarakan pada tanggal 10-11 Agustus 2002. FFD kedua dilaksanakan pada tanggal 10-12 Desember 2003. FFD ketiga dilaksanakan pada 13-18 Desember 2004. FFD keempat dilaksanakan pada 13-17 Desember 2005. FFD Kelima dilaksanakan pada 11-16 Desember 2006. FFD keenam dilaksanakan pada 10-15 Desember 2007. Dalam festival ini, dilaksanakan program-program: Kompetisi Film Dokumenter Indonesia, Pemutaran Film Dokumenter, Diskusi, Workshop Film Dokumenter, Klinik Film Dokumenter, Masterclass, Schooldoc, dan Temu Komunitas Film.

FFD dilaksanakan oleh Komunitas Dokumenter dengan semangat gotong royong dan kerja sama dengan berbagai pihak, dari latar belakang dan lingkungan yang beragam, baik institusi, lembaga, dan personal. Kepanitian festival melibatkan para volunter dari berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta. FFD juga melibatkan para pelajar SMU dalam ajang penjurian komunal dan penulisan apresiasi film dokumenter, selain pelaksanaan pendidikan apresiasi film dokumenter bagi siswa SD dan SMP. Dalam kancah internasional, FFD telah menjalin kerja sama dengan berbagai lembaga, antara lain: Pusat Kebudayaan Jepang, Deutsche Welle Akademie (DW TV, Jerman), Appalshop Community (Kentucky, Amerika Serikat), Russian Center for Science and Culture, Centre Culturel Francais, Canada Embassy, International Documentary Film Festival Amsterdam (IDFA), dll.

Selama enam kali penyelenggaraan festival, FFD bekerja sama dengan orang-orang yang memiliki kompetensi dan perhatian di bidang film dokumenter dan kebudayaan secara luas, sebagai juri, pengisi diskusi, dan pemateri workshop, antara lain: Garin Nugroho, Ashadi Siregar, Fred Wibowo, Faruk HT, P.M. Laksono, Yudhi Datau, Joshua Barker (Kanada), C.Q. Van Heeren (Belanda), Alain Compost (Prancis), Seno Gumira Ajidarma, N. Nuranto, Elizabeth Barret (Amerika Serikat), Mark Achbar (Kanada), Curtis Levy (Australia), Larry Weinstein (Kanada), JB Kristanto, ST Sunardi, Lulu Ratna, Arturo GP, Arya Agni, Michael Sheridan (Amerika Serikat), Peter Wintonick (Canada), Anand Patwardhan (India), dll.

Kompetisi Film Dokumenter Indonesia
Festival Film Dokumenter VII 2008
Kategori Film Panjang, Film Pendek, dan Film Pelajar
Persyaratan Umum:
1 Kompetisi terbuka untuk warga negara Indonesia.
2 Film peserta kompetisi harus film dokumenter (panitia memiliki hak untuk mengkualifikasikan apakah film peserta termasuk film dokumenter atau tidak).
3 Karya film merupakan produksi tahun 2007-2008.
4 Film tidak berupa profil lembaga/perusahaan, iklan layanan masyarakat, trailer film dan video musik.
5 Film utuh tanpa disertai potongan jeda untuk iklan (blank spots for commercial break).
6 Materi film (objek, musik, stock shoot, dan lain-lain) tidak melanggar hak cipta. Pelanggaran dan gugatan atas hak cipta terhadap karya yang diikutkan dalam kompetisi ada di luar tanggung jawab Panitia.
7 Format materi karya DVD Video Pal/ miniDV Pal.
8 Hak Cipta tetap dimiliki oleh Peserta.
9 Panitia berhak mempergunakan materi yang diikutsertakan dalam kompetisi untuk kegiatan Festival Film Dokumenter.
10 Karya diterima Panitia paling lambat 31 Oktober 2008.
11 Untuk Kategori Film Panjang, durasi film minimal 45 (empat puluh lima) menit, termasuk credit title.
12 Untuk Kategori Film Pendek, durasi film maksimal 30 (tiga puluh lima) menit, termasuk credit title.
13 Untuk Kategori Film Pelajar, peserta terbuka untuk pelajar, durasi film maksimal 30 (tiga puluh lima) menit, termasuk credit title.
14 Film-film yang lolos seleksi dan masuk ke penjurian final (kecuali Kategori Film Pelajar) wajib menyerahkan karya film dengan sub-title Bahasa Inggris.

Kelengkapan Pendaftaran:
1. Formulir pendaftaran yang telah diisi dengan lengkap dan benar.
2. Materi film :
a. Preview Copy (Materi film yang akan digunakan saat seleksi administrasi) dalam bentuk DVD Video Pal atau MiniDV Pal
b. Screening Copy ( Materi film yang akan diproyeksikan ke layar lebar untuk keperluan penjurian dan pemutaran saat festival) dalam bentuk DVD Video Pal atau MiniDV Pal (Master Quality).
3. Foto potongan adegan film/Still photo berbentuk file elektronik/digital dengan ukuran resolusi 300dpi format .jpeg dalam CD terpisah (digunakan saat seleksi administrasi dan keperluan cetak katalog).
4. Sinopsis film dalam bahasa Indonesia dan Inggris (maksimal 500 karakter atau ½ halaman kuarto).
5. Fotokopi tanda pengenal.
a. Kartu pelajar untuk peserta kategori pelajar.
b. KTP/SIM/Paspor untuk peserta kategori film umum.

Semua kelengkapan pendaftaran dikemas dalam satu amplop tertutup dan dikirim ke sekretariat panitia dengan alamat:

Festival Film Dokumenter 2008
Jalan Sajiono No. 15, Kotabaru
Yogyakarta 55224, Indonesia
Telp: 0274-7102672

Info lengkap:
Email : ffdnews@yahoo.com
Blog : www.festivalfilmdokumenter.blogspot.com
Web : www.festivalfilmdokumenter.org

Readmore »»

12 Tips Dalam Membuat Film Pendek

Membuat film kita lebih OK!.

Berikut ini adalah beberapa hal penting yang harus kita perhatikan dalam membuat film pendek. Dengan mengikuti langkah-langkah yang akan diuraikan ini, maka kita dapat mengurangi beberapa hal yang tidak seharusnya kita lakukan. Meskipun begitu, ini merupakan saran-saran saja, dan dapat dikembangkan berdasarkan keahlian dan pengalaman. Take a look..

1. Niat yang kuat

inilah langkah pertama yang biasa di lupakan oleh para pembuat film sebelum memulai langkah lainnya, kuatkan niat ujian seberat apapun hadapi !

2. Apakah film Anda layak ditonton

Sebelum semuanya dimulai, maka selayaknya kita bertanya: apakah semua orang pasti menonton film yang akan kita buat ?. Jawabnya, No!. Artinya tidak semua orang ‘pasti’ akan menonton film kita. Sebelum menulis skenarionya, mari tanyakan kepada diri sendiri terlebih dahulu; mengapa orang harus menonton film yang akan kita buat.

3. Jangan mulai produksi tanpa adanya budget

Film, meskipun sederhana sangat membutuhkan biaya!. Besar biaya memang tidak terbatas, bisa besar bisa kecil. Dengan membuat prakiraan biaya (budget), maka kita akan lebih tahu apa yang harus kita lakukan dengan uang yang dimiliki. Produksi tanpa budget menyebabkan rencana-rencana tidak bisa diprediksi. Apalagi jika uang yang tersedia tidak mencukupi, bisa-bisa film yang sedang dikerjakan tidak selesai-selesai.

4. Minta persetujuan pihak-pihak yang terlibat

Sebelum shooting dilakukan, ada baiknya meminta persetujuan tertulis dari pihak-pihak yang terlibat didalam film, seperti aktor/aktris, music director, artwork, sponsor, atau siapa saja yang ingin berkontribusi. Bereskan dulu semua ini!. Karena kalau memintanya saat shooting dimulai, maka ‘kemangkiran-kemangkiran’ dari pihak-pihak tersebut akan terasa sulit dimintakan pertanggung jawabannya. Maka, do it Now!.

5. Buatlah film pendek memang pendek!

Penulis naskah dan/atau sutradara harus bisa memenuhi standar yang menyatakan bahwa sebuah film adalah film pendek. Bertele-tele dalam penyajiannya akan membuat penonton bosan. Jika itu film pendek..maka harus pendek. Meskipun sulit, tapi memang harus begitu. Standar film pendek adalah maksimal berdurasi 30 menit!.



6. Jika memakai aktor yang tidak professional, maka lakukan casting

Tidak lepas kemungkinan film pendek dibintangi oleh aktor/aktris yang tidak professional (amatir). Ini sih wajar-wajar saja. Apalagi mereka (mungkin) tidak dibayar. Tapi untuk memilih karakter-karakter pemain yang sesuai, wajib melakukan pemilihan peran (casting). Jangan memilih orang sembarangan apalagi casting baru akan lakukan beberapa saat menjelang shooting. Berbahaya!.

7. Tata suara sebaik-baiknya

Tata suara yang buruk pada kebanyakan film pendek (meskipun memiliki konsep cerita menarik) menyebabkan tidak nyaman ditonton. Gunakan perangkat pendukung tata suara seperti boom mike untuk mendapatkan hasil yang baik. Kalau gak punya, beli atau pinjam aja…

8. Yakin OK saat shooting, jangan mengandalkan post-production

Saat ini semua film kebanyakan dikerjakan dengan kamera digital. Maka tidak sulit untuk memeriksa apakah semua hasil shooting sudah memenuhi sarat atau belum dengan melakukan playback. Periksa semua! frame dialog, tata suara, pencahayaan atau apa saja. Apakah sudah sesuai dengan kualitas yang diinginkan ?. Sangat penting; periksa setelah shooting, bukan pada saat paska produksi.

9. Hindari pemakaian zoom saat shooting

Kameraman yang baik adalah yang bisa mengurangi zooming. Kecuali bisa dilakukan dengan sebaik mungkin. Mendapatkan gambar lebih dekat ke objek sangat baik menggunakan dolly, camera glider, atau lakukan cut and shoot!.

10. Hindari pemakaian efek yang tidak perlu

Sebuah film pendek banyak mengandalkan efek-efek seperti; memulai film dengan alarm hitungan mundur (ringing alarm clock), transisi yang berlebihan seperti dissolves/wipe, dan credit titles yang panjang. Pikirkan dengan baik, apakah hal-hal ini perlu ditampilkan atau tidak. Pilihan yang sangat bijak jika semua itu tidak terlalu berlebihan.

11. Hindari shooting malam di luar ruang

Suasana gelap adalah musuh utama kamera (camcorder). Pengambilan gambar diluar ruang pada malam hari sangat membutuhkan cahaya. Apabila tidak menggunakan lighting yang cukup maka hasilnya akan jelek sekali. Meskipun dapat melakukan color correction pada saat editing, tapi sudah pasti dapat menyebabkan noise dan kualitas gambar menjadi drop. Paling baik adalah merubah skenario menjadi suasana siang hari. Tidak akan mengganggu cerita toh?.

12. Berdoa setiap saat

kita adalah umat beragama yang memiliki Tuhan yang wajib disembah. memohon kuasanya adalah sesuatu yang harus kita lakukan !

(berbagai sumber, +Film-Maker)

Readmore »»

Langkah Membuat Skenario

Berikut ini adalah langkah-langkah sederhana membuat skenario film:

1. IDE CERITA

Film itu sebuah cerita bergambar dan bersuara. Karena sebuah cerita, jadi kamu harus punya cerita yang dianggap menarik untuk difilmkan. Dari mana datangnya ide? Ide banyak. Ada di mana-mana. Tinggal kamu buka lebar-lebar semua indera kamu. Kamu bakal mendengar, merasa, melihat, mengecap, dan mencium ide.

2. SIAPKAN SINOPSISNYA

Sekalipun film dan cerpen atau novel sama-sama sebuah cerita, tetapi ada perbedaan. Perbedaannya pada medium yang digunakan. Seperti disebutkan pada nomor satu, film menggunakan medium gambar dan suara. Sedangkan cerpen dan novel menggunakan medium teks.

Sementara sinopsis sendiri memiliki arti penting dalam pembuatan skenario, yaitu sebagai pijakan. Kita akan kesusahan bikin skenario bila kita tidak tahu sinopsis ceritanya. Akan sama sulitnya kita akan bikin sinopsis bila tidak punya ide cerita.

Bila yang kamu bikin bukan film lepas (FTV/layar lebar), melainkan sinetron, maka selain menyiapkan sinopsis global, kamu juga harus menyiapkan sinopsis per episode yang tentu saja lebih detail dibanding dengan sinopsis global.



3. BIKIN LOGLINE/PREMIS

Logline atau premis bertujuan untuk memperjelas film apa yang kamu buat. Logline sejenis iklan. Logline yang bagus akan menarik orang untuk menonton film yang kita buat. Agar mudah membuat logline, Richard Krevolin memberikan pola kalimat sebagai berikut: bagaimana jika…… dan kemudian……. Contoh: bagaimana jika orang yang kamu siksa adalah orang yang akan menolong kamu dan kamu tidak tahu. Kalimatnya dibikin sederhana menjadi: yang kamu siksa adalah penolongmu yang tidak kamu ketahui.

Untuk lebih jelas tentang logline, kamu bisa melihat cover-cover film. Di sana ada kalimat-kalimat yang menarik. Itulah logline atau premis.

4. TREATMEN

Treatmen ini pembabakan. Sebuah film umumnya tiga babak. Sinopsis itu harus dipecah ke dalam tiga babak ini. Babak pertama sebagai pengenalan seting, tokoh, dan awal masalahnya. Babak kedua sebagai bagian berkecamuknya masalah. Babak ketiga sebagai penyelesaiannya.

Yang tiga babak ini disebut dengan struktur tiga babak (tree acts structure). Ada juga yang disebut struktur sembilan babak (nine acts structure), sebagai pengembangan dari yang tiga babak. Yang sembilan babak ini terdiri dari:

· Babak 1: kejadian buruk menimpa orang lain.

· babak 2: pengenalan tokoh utama (protagonis).

· Babak 3: kejadian buruk menimpa protagonis, atau terlibat/dilibatkan kepada masalah orang lain pada babak 1.

· Babak 4: protagonis dan antagonis

· Babab 5: protagonis berusaha keluar dari masalah

· Babak 6: protagonis salah mengambil jalan

· Babak 7: protagonis mendapat pertolongan

· Babak 8: protagonis berusaha keluar dari masalah lagi

· Babak 9: protagonis dan antagonis berperang, menyelesaikan masalahnya

5. OUTLINE SCENE/SCENE PLOT

Sekarang saatnya membuat outline scene/scene plot. Outline scene/scene plot adalah rencana peristiwa-peristiwa yang akan diambil (disyut). Pembuatan outline scene/scene plot akan mempermudah pembuatan skenario.

Contoh:

1. Lisa pamit kepada orangtuanya untuk pergi ke Jakarta.

2. Arman, pacar Lisa, sedang menyiapkan rencana menculik Lisa.

3. Dst

6. BIKIN SKENARIO!

Ini contoh skenario:

SANG PRABU

Datang Untuk Kembali

Cerita : Yul Andryono

Skenario : Gola Gong

Fade In

Act 1

01. EXT. TAMAN SARI-PAGI (HARI 1)

Pemain: Kepengen, Putri Malaka, Roh Deni

Kepengen memergoki PUTRI MALAKA sedang bersedih hati. Kepengen menanyakan kesedihannya. Putri malaka bermuram durja.

Tanpa mereka sadari, roh deni hadir di sini. Mendengarkan percakapan mereka.

KEPENGAN:

Haiya, kenapa putli owe yang cantik ini belmulam dulja?

ROH DENI:

Haiya, putli sedang sedih. Kasihan… ini salahku juga!

PUTRI MALAKA:

Bagaimana Ay tidak sedih? Sekarang Ay tak punya datang! Gusti Prabu belum nyariin Ay punya dayang! Padahal gengsi seorang putri itu ada pada seorang dayang!

Dialog dan seterusnya….

CUT TO

02. INT. PENDOPO ISTANA – SIANG (HARI 2)

Pemain: Prabu, Putri Malaka, Woro Denok, Putra Mahkota, Selir, Permaesuri, Mahapatih, Para Punggawa, Dayang

Prabu duduk di singgasananya. Permaisuri di sebelahnya. Woro Denok dengan genit duduk sambil memegang Putri Mahkota.

PRABU:

Siang ini sengaja kukumpulkan. Pertemuan ini atas permintaan Putri Bunga Seroja dari Kerjaan Malaka…

Dst

CUT TO

03…………….

04………………….

FADE OUT

Keterangan:

Fade In : Cerita dimulai

Act 1 : Babak 1

01 : Scene 1 (secene [pemandangan]= potongan peristiwa)

EXT : Exterior (peristiwa terjadi di luar), INT=interior

Taman Sari : Lokasi peristiwa

Pagi : Waktu kejadian

Hari 1 : Hari kejadian (untuk membedakan kostum dll)

Pemain: ….. : Pemain yang main pada film

Kepengen…. : Deskripsi peristiwa

Kepengen: Haiya : Dialog

CUT TO : Pemisah antar scene.

Fade Out : Tanda cerita sudah usai

Selain Cut To masih ada turunannya spt: intercut to, disslove to, paralel cut to, dll

PERTANYAAN PENTING

Ada 7 pertanyaan penting yang harus dijawab penulis skenario agar skenarionya bagus. Tujuh pertanyaan itu ialah:

1. Siapa tokoh utamanya?

2. Apa yang diinginkan oleh tokoh utama?

3. Siapa antaginisnya? Apa hal yang menghalangi tercapainya keinginan protagonis?

4. Bagaimana protagonis bisa mencapai keinginannya?

5. Apa pesan yang ingin kamu sampaikan dalam cerita itu?

6. Bagaimana kamu nyeritain cerita itu?

7. Bagaimana perubahan nasib tokoh-tokohnya?

Itulah “prosedur” penulisan skenario film. Lebih jelasnya kamu bisa baca pada buku-buku panduan menulis skenario.

BAHAN REFERENSI BACAAN:

Gola Gong, Menulis Skenario Itu (Lebih) Gampang

Richard Krevolin, Rahasia Sukses Skenario Film Box Office

Readmore »»